Pengagum Awan Penikmat Hujan
“Apa
yang paling kamu suka?”
“Melihat
awan.”
“Itu
saja?”
“Iya.
Dengan melihat awan bikin tenteram di hati. So
peaceful.”
“Masa
sih?”
“Gak
percaya? Coba kamu rebahan di tanah deh. Hadapkan wajahmu ke atas, liat awan
bergerak kesan kemari.”
“Membawa
alamat gak?”
“Emangnya
Zaskia Gotik?”
“Setahuku
Hesti Klepek-Klepek deh.”
“Ayu
Ting Ting keles.”
“Nah
tuh tahu”
“Yah
niatnya pengin bercanda.”
“Garing
kamu!”
“Hih!”
Perempuan itu menyenggolkan lutut kanannya ke lutut kiri lelaki itu yang sedari
tadi bersebelahan.
source |
“Tapi
kok kemarin pas hujan aku lihat kamu tersenyum terus?” Tanya lelaki itu sambil
memainkan rumput.
Si
perempuan itu menengok ke arah si lelaki. “Hih kamu gak asik ah.”
“Lah?”
Si lelaki bingung. “Katanya kamu suka memandang awan kok kamu suka juga sama
hujan. Padahal kalau hujan kan nutupin awan. Kesukaanmu.”
“Aku
juga suka hujan, ketika hujan turun tidak ada yang tahu kalau aku sedang
menangis.”
“Wihh,
keren. Ngarang sediri tuh?”
“Enggak.
Kata status temen.”
“Yaelah.”
Perempuan
itu tertawa kecil. Lelaki itu menoleh, lalu tersenyum. “Tapi aku masih bingung,
kamu sukanya awan atau hujan?”
“Mmm…
gini deh, hujan, aroma tanah, dan rasa rindu itu satu paket. Rasanya tuh hujan membawa
kenangan, entah itu menyenangkan atau menyedihkan. Dan aroma tanah yang menguar
membantu kita merasakan kenangan itu. Siapa yang gak suka sama paket itu coba?”
“Ada!”
Si
perempuan mengerutkan dahi. Alisnya tampak hampir menyatu.
“Banyak
malah, tukang laundry, tukang jemur
beras di rice mill, tukang bikin
batik.”
“Kamu
itu ya gak ada jiwa puitisnya apa. Kamu gak pernah yah menikmati melody rintik
hujan sambil menghirup aroma tanah yang menguar perlahan.”
“Pernah.”
“Apa
yang kamu rasa?”
“Dingin.
Pengin berselimut. Jadi ngantuk. Tidur deh.”
Si
perempuan menghela nafas panjang. Lalu berdiri. Tangannya menepuk bokongnya
sendiri. membersihkan sisa tanah yang menempel di celana birunya. Pandangannya
menyapu sekeliling. Tanah hijau menghampar luas. Rumput yang tidak terlalu
tinggi bergoyang mengikuti irama hembusan angin.
Lelaki
itu mendongak. “Mau kemana?”
Si
perempuan diam saja. Dia memejamkan mata, merentangkan tangannya, menghirup
udara dalam-dalam lalu dihembuskan pelan. “aku suka suasanya seperti ini.”
“Eh?”
“Iya.
Angin yang berhembus sepoi-sepoi kayak gini. Rasanya beban hidup dan penat
perlahan hilang terbawa angin yang menerpa badanku. Coba deh.”
“Bikin
ngantuk.” Lelaki itu menjawab, datar.
Perempuan
itu memukul pelan bahu kiri lelaki itu yang masih duduk disampingnya. “Bisa
serius gak sih?”
“Lah
kan emang gitu, aku dari tadi serius kok, angin semilir kayak gini itu bisa
bikin ngantuk. Kalau kamu insomnia. Cobalah ke tempat ini. Dijamin deh.”
“Dijamin
ngantuk?”
“Ya
gak juga. Tergantung kamu capek enggak, apa yang kamu makan.”
Perempuan
itu agak membungkukkan badannya ke kanan, mendorong lengan lelaki itu. Lelaki itu
tampak sedikit oleng. Perempuan itu lantas duduk kembali di samping lelaki itu.
Bibirnya agak dimajukan. Manyun.
“Marah?”
“Kamu
itu bisa gak sih sesekali obrolan kita tuh nyambung?”
“Lah
kan dari juga nyambung. Aku menanggapi apa yang kamu bicarakan.”
“Tau
deh aku bingung sama kamu.”
Lelaki
itu tidak mengerti apa yang perempuan itu inginkan. “Harusnya aku yang bingung
sama kamu. Tadi kamu bilang suka sama awan karena so peaceful. Kamu juga suka hujan disertai aroma tanah, katanya
membawa kenangan, terus kamu juga suka angin, katanya hembusannya yang perlahan
menghilangkan penat di badanmu.”
Perempuan
itu menoleh ke lelaki, menatap lekat bola mata lelaki itu. Lelaki itu menoleh.
Kini bola mata mereka beradu. Rambut perempuan itu bergerak statis mengikuti
hembusan angin. Dengan satu gerakan menggunakan jari, perempuan itu menyisir
beberapa helai rambut yang menutupi wajahnya ke arah belakang daun telinga. “Sebenarnya
apa sih yang kamu suka?”
Lelaki
itu tersenyum. Mengangkat kedua bahunya bersamaan. Lalu menggeleng pelan.
“Tuh
kan.” Perempuan itu membuang wajahnya. Bibirnya kembali dimajukan. Perempuan
itu menghembuskan nafasnya secara keras. Dihimpitnya kedua lutut dengan dada.
Lelaki
itu menatap lekat perempuan itu. Yang terlihat hanya satu sisi wajah anggun
perempuan itu. Kening, bola mata, pipi, dan bibir yang masih dimajukan. Dari
samping, bulu mata perempuan itu terlihat hitam dan lentik alami. Rambut perempuan
itu mengelus pipinya sendiri dengan bantuan angin. Lalu lelaki itu tersenyum.
Dia melepaskan pandangan dari perempuan itu. menatap hamparan tanah lapang
berumput hijau. Dalam hati dia bergumam, “Aku suka semuanya asalkan ada kamu di
sisiku.”
____
Yah
namanya juga ngayal, tulisan ini juga cuma ngayal aja. Lagi ketak-ketik eh
ujug-ujug jadi.
Pengagum Awan Penikmat Hujan
Reviewed by Tomi Azami
on
08:30
Rating:
No comments:
mau main balik gimana wong alamatmu gak ada