Memintal
Oktober 2014
Saat itu jemarimu sedang beradu dengan tuts laptop berwarna
hitam. Kacamata yang tangkainya menyusup dalam kerudung tak kau hiraukan
posisinya. Bola matamu sesekali berpindah dari layar ke tumpukan buku berserakan
di atas meja.
Segelas Cappuccino dingin ada di sisi kiri laptopmu. Mengembun. Bulirnya siap terjun ke alas. Garpu masih
menancap di salah satu cheese cassava yang kau pesan. Aku pun segan
hendak memulai percakapan, atau setidaknya, melontarkan sapaan. Aku memilih
diam. Sesekali kucuri pandang ke bola matamu, masih tetap indah meski
terhalang frame.
“Haduh ini gimana, ya.” Gumanmu pelan.
Aku tersenyum. Seandainya aku bisa, aku pasti membantumu.
“Semangat! pelan-pelan aja pasti paham dan pasti bisa.”
Hanya kalimat itu yang akhirnya keluar dari mulutku. Kamu meregangkan otot sebentar lalu menyesap cappuccino.
Aku memilih menyapu pandangan. Tempat ini cukup elit untuk ukuran kedai
kopi. Atau sepakat disebut cafe. Ruangannya agak memanjang. Berjajar meja dan kursi dari pintu masuk
sampai kasir. Ada dua meja di sebelah meja kanan gadis ini. Di sebelahnya
persis ada sekelompok pria dan wanita paruh baya sedang bermain remi. Kartu-kartu
berserakan ditemani beberapa botol minuman beralkohol lengkap dengan ember
kecil berisi es batu.
Mataku tertuju ke tembok di sebelah meja sekelompok orang
bermain kartu itu. 'Irish Café' dengan font apik dan bercahaya.
“oh pantes.”
Mungkin kedai kopi disini juga menyediakan minuman
beralkohol.
Irish adalah salah satu jenis minuman alkohol. Dari mana aku
tahu? Detective Conan. Salah satu episodenya menceritakan Conan melawan anggota
Black Organization dengan kode nama Irish. Anggota Black Organization memiliki
kode nama berdasarkan nama minuman keras seperti Gin, Vodka, Vermouth dan masih
banyak lagi.
Ini kok jadi membahas Conan.
Kembali ke kamu.
Masih sibuk.
Oh iya, di depan mejamu ada panggung sederhana untuk band
pengisi café. Kau ingat? Saat kita mulai duduk belum ada home band.
Selang berapa menit, band mulai memainkan musik. Saat itu mereka memainkan banyak
lagu, aku lupa apa saja. Satu yang ku ingat, Ten2Five, I will Fly. Kau ikut
bersenandung. Aku? Cuma manggut-manggut karena tidak tahu liriknya.
Kau memandang ke arahku, oh aku ralat, mungkin aku yang
kepedean, kau memandang ke luar jendela, di mana kebetulan aku duduk di dekat jendela. Tangan kiri kau jadikan penopang
dagu. Kamu meletakkan kacamata ke atas kepalamu. Di luar tidak sedang hujan.
Matamu menerawang. Aku tidak tahu kau menerawang apa. Aku juga tidak tahu apa
yang sedang kau pikirkan.
Ingin aku berkata, “cerita saja, aku ingin kau membagi
bebanmu kepadaku.”
April 2016
Aku masih duduk di tempat kita bertemu. Pintu masuk ke kanan
dekat jendela. Dua tahun bagiku terasa lama. Karena sampai café ini berganti
nama, kita tak jua duduk bersama lagi. Namun aku mengucapkan terima kasih.
Berkat kamu, sekarang tempat duduk ini jadi tempat duduk favoritku.
Memperhatikan orang-orang atau sekadar memandangi ke luar
jendela dengan aroma kopi yang terus menguar. Aku suka situasi seperti ini.
Meskipun ada yang kurang. Kamu dan alunan I Will Fly- Ten2Five.
Tidak di café itu saja. Setiap café atau kedai kopi manapun.
Aku suka duduk di dekat jendala. Selalu mengingatkanku padamu. Oh tambahan, kalau
bisa di pojokan. Supaya aku bisa memintal sekaligus melakukan hobiku,
memandangi orang-orang dengan kesibukan masing-masing.
Kalau kamu beruntung, kamu bisa menemukanku disitu.
Sekarang duduk bersamamu terasa mustahil. Ada sekat tebal
antara kita. Kabar yang kudengar kamu semakin sibuk dengan kegiatanmu. Kudengan kamu pun
telah menemukan partner yang serasi. Kamu memperkenalkan pada dunia
hanya sebatas teman, meski pose swafoto menjelaskan lebih banyak.
Sementara aku pun sibuk memintal. Merajut sembari menunggu
asa yang berkunjung. Tetapi jika kau berkenan duduk di sini bersamaku, dengan
senang hati akan kusingkirkan kesibukanku.
Yang kutakutkan, kamu telah menyelesaikan urusanmu di kota ini lalu
bergegas pulang ke kota kelahiranmu. Atau bergegas menapaki lembaran baru di
kota lain. Ibukota misalnya.
Satu lagi yang kutakutkan. Kain lap mbak-mbak café atau
cairan penyemprot kaca jendela agar mengkilat. Itu bisa merusak hasil pintalanku. itu bisa merusak asaku. Itu bisa merusak rumahku.
Memintal
Reviewed by Tomi Azami
on
23:46
Rating:
Anjis keren banget ini tulisan. Tapi saya kesal ke yang nulis, ceritanya ngegantung banget. Bikin saya nyesel udah baca ini :)
ReplyDeleteTom, ini kisah nyata kamu? Mudah-mudahan ada kelanjutannya. Saya tunggu.
makasih, Son. sengaja biar lo komen gini
Deletehmm, kan itu ceritanya lab..ahsudahlah
This comment has been removed by the author.
ReplyDeleteawas kalo masih ngelak pas dikatain pejuang move on yang gagal, aku timpuk pake botol irish nih!
ReplyDeleteayo dong mas Tomi, jangan mau kalah sama si Gaga yang habis putus dari Karin langsung punya pacar baru lagi. padahal Gaga sama Karin udah pernah mencetak relationsh*t goals.
jangan terpaku sama satu orang aja mas Tomi,dunia ini luas loh, liat di sekeliling mu deh, masih banyak "dia-dia" yang belum tentu mau sama kamu.
#larinentengselop.
saya malah pemimpin paguyubannya, Put
Deletebuset, Gaga mah duitnya banya jadi gampang dapetin lagi.
nga nga nga, ini cerita tentang seekor lab...ahsudahlah
LAB--LABORATORIUUUMMM HAHAHHAA PUTI GENIUS
Delete#kemudian hening
-____-
DeleteKayaknya kamu penonton anime detective conan sejati deh tom...Untung kmu udh nonton episode itu ya jadi tau kalo irish itu apaan.,.coba klo blum?
ReplyDeleteSedih bnget sih ini pas ditahun 2016....
pendeskripsian tiap adegan nya juga lumayan. Menggambarkan apa yg terjadi waktu itu. Tpi gk ngilangin sedih nya...
akhirnya sendiri lagi....
kalau belum yha jadi nga tau arti Irish.
Deletemakasih, bang.
tapi btw, ini kalian nga ada yang nyadar kalau ini kisah tentang...
kan diendingnya ada..
alah mbolah nga usa
Swafoto.. Jarang ada yg pakek diksi ini :D
ReplyDeleteTerus akhirnya bagaimana? ._.
Iya, dapat diksi ini dari blog lain
DeleteGue juga nga tau :D
Lah. Gantung -_-
DeleteAtas dasar apa, sih, penulisan sebagus ini harus endingnya dibuat ngegantung.. Pfffttt.. Gue gak mau mati penasaran, ya Tom.
ReplyDeleteYaudah, mending gue lupakan.
*Eh, kelanjutannya gimana, ya?* :D
Lah katanya mau melupakan, gimana sih Pangeran.
DeleteItu emang endingnya, masa ngegantung sih? Ajarin bikin ending yg jos dong, Bang. Bang Pange kan sesepuh blogger~
Iya uda sepuh wq
menunggu next mbak2 cafe #ehhh
ReplyDeleteNga cakep, Rez. Kalau cakep yha buat gue wq
DeleteTom.....
ReplyDeleteY
DeleteTom.....
ReplyDeleteTom...
DeleteBok ati
Iku ono 5
Perkarane
padahal ten2five yang iw ill fly itu bagus loh, legend gitu~
ReplyDeletejadi melankolis gini bro. Move-on aja bro :))
ReplyDeleteCerita yang bagus om, salam kenal.
ReplyDeleteWidih Tomi saiki nulise syahdu ya.. Apik Tom, detail dan beberapa tetep slenge'an..
ReplyDeleteMemang lebih Bagus endingnya dibikin ngambang Tom. Kaya jomlo (baca: Tomi) yang terjebak di lautan