Menghina Tuhan
Isu penistaan agama masih terus
anget nih. Kayak knalpot motor baru masuk parkiran kos. Menista agama, menghina
Tuhan, sampai meledek cara ibadah orang yang gak seiman masih kerap ditemui.
Orang sumbu pendek gampang banget meleduk begitu dikritik. Sementara provokator
dengan entengnya mengumpat atau nyinyirin agama orang lain. Dua-duanya mainnya
kurang jauh.
Ngomongin soal menghina Tuhan,
aku inget Gus Dur pernah ngendika, “Tuhan tidak perlu dibela.” Itu sekitar
tahun 80-an, anju masih relevan aja. Film PK juga ada dialog bahwa Tuhan gak perlu dibela. Abdul Muthalib -Kakek Rasulullah- juga pas
Abrahah bilang mau ngehancurin Ka’bah, tanggepannya "itu mah rumah Allah, jadi itu
urusan-Nya. Urusan saya binatang ternak yang kau rampas, tolong dong balikin." Gokil.
Tapi yang paling menohok perkara
hina-menghina Tuhan -bagi aku- adalah kata-kata mbah Sudjiwo Tedjo, khawatir besok tidak makan itu sudah menghina Tuhan.
dheg! |
Kalau tak pikir-pikir lagi, aku
sering menghina Tuhan, deh, hampir tiap hari malah. Aku sering banget ngekhawatirin
sesuatu yang belum terjadi. Suka takut juga kalau mau ngelakuin sesuatu. Duh
mau bimbingan gimana ya ntar, dosen ngelampiasin urusan pribadi ke tugas akhir
gue gak ya. Mau ujian khawatir bisa atau enggak. khawatir nanti ditanya aku gak
bisa gimana ya. Padahal kan sama-sama makan nasi. Bedanya dosen lauk stik, aku
main stik. Stik pees.
Ya kurang lucu mas coba lagi
Yang ngeri adalah soal
masa depan. Suka takut aja bayangin ke depan bakal kayak gimana. Lima tahun
setelah hari ini kehidupanku kayak gimana ya? Masih bisa tersenyum lebar atau
malah lebih ngenes.
Huh! Bener-bener egois, mikirin diri sendiri. Gak seperti
politisi yang udah mikir lima tahun ke depan negara mau dibawa kemana. Err lebih
tepatnya lima tahun ke depan mau koalisi sama siapa. Untuk bangun kekuasaan
negara.
Kekhawatiran tentang segala hal di
masa depan kerap muncul dan suka gak kekontrol. Lagi eek misal, ujug-ujug
sekelebat muncul pikiran kaya tadi. Lagi skrol timeline, lihat
temen-temen, ke depan gue bisa sesukses mereka gak ya. Lagi makan di warteg
misal, ujug-ujug kepikiran ke depan masih makan di warteg apa bakal ada perempuan (selain ibu) yang masakin gak ya.
Buset lu mau bangun rumah
tangga apa rumah makan sih istri lu kudu bisa masak?
Ya namanya juga kepikiran.
Kekhawatiran itu pun terus membesar.
Kayak salju yang terus bergelinding. Makin besar, makin besar, makin bes…
Halah sok tau kaya pernah
megang salju
Yaudah ganti. Kaya jerawat yang
sering dipegang, makin hari makin besar.
Kelak ada anak orang lain yang
harus kujamin senyumnya terus mengembang. Ada orang tua si anak itu yang siap unfollow
aku kalau aku tidak bahagiain anak itu. Nantinya juga ada anakku sendiri yang
harus kupastikan tawa dan imajinasinya tidak terhambat perut yang keroncongan. Bisa
gak aku ngadepin itu semua.
Maaf Tuhan, aku sering
menghina-Mu.
Liar banget pikiranku memang.
Tapi wajar lah ya, sebagai laki-laki itu harus tanggung jawab. Laki-laki dan
tanggung jawab tuh kaya velg motor dan ban, tidak terpisahkan. Kalau mau
dipisah jalannya jadi letoy. Salah satu ada yang gak sempurna kaya kurang angin
jadi gak sempurna. Jalannya jadi endut-endut.
Kekhawatiran bertambah soal kepemimpinan.
Gak tau kenapa tema ini ujug-ujug muncul ketika nulis draft. Gimana kalau ntar
di suatu titik dalam karir, aku ditunjuk dari pemimpin untuk menakhodai sebuah
proyek/divisi yang dituntut bisa membawa dampak ke perusahaan. Kalau gagal, pecat. Alig alig.
Kadang aku
merasa lebih gede jiwa pengikut deh daripada jiwa kepemimpinan. Indikatornya, following
lebih banyak timbang followers. Nyamber selebtwat aja kaya aku chat kamu,
dicuekin. Apalagi mau twitwar.
Eh, Follow dong, ehe~
Maaf Tuhan, aku sering
menghina-Mu.
Lebih menghina Tuhan juga sampai
saat ini aku masih khawatir apakah status jomblo bakal berlangsung kaya
pelajaran guru killer. Lama. Sementara teman sebaya ada yang udah menggendong
bayi. Feed instagram akutu udah mulai dipenuhi bayi yang mengalahkan imutnya aku (uhuweek). Ada juga yang prewed, tukar cincin, tukar guling tanah. Lah gue masih jomblo
aee. Tenang bukan jomblo ngenes kok, tapi jomblo memilukan. Huhu
Kata-kata Mbah Tedjo terus
terngiang, mengkhawatirkan hari esok adalah bentuk penghinaan kepada Tuhan. Pada
akhirnya gue sadar, yang terpenting adalah saat ini. Hari ini. Khawatir atau
takut terhadap hal-hal macam itu tidak akan menyelesaian akar persoalan.
Apalagi akar persamaan kuadrat. Itu.
Menghina Tuhan
Reviewed by Tomi Azami
on
12:25
Rating:
kalau cowok sih menurutku wajar.
ReplyDeletesekali-kali liat ke atas kek, Gong Yoo misalnya, umurnya yang udah hampir 40 tahun aja kayaknya masih betah ngejomblo. mas Tomi mah 30 juga belum kan? apa udah?
jadi, woles~
lagian, kalau mas Tomi mau gendong bayi, ya tinggal gendong aja. terus diputu, upload di instegram,beres. gada yang ngelarang kok.
wqwq
dia kan goblin nunggu pengantin. aku nunggu siapa? huhu
Deleteheh tolong ya saya 19 tahun
lah iya yah, gak kepikiran. solusi pencitraan yang cerdas, Put
aku disini nyuruh mas Tomi woles. sebaliknya mas Tomi di tempatku juga nyuruh aku buat sante.
Deletepadadal dua-duanya sama-sama lagi "dikejar deadline"
Wowwww. Udah lama nggak main ke blog Tomi, tulisannya sebijak ini. Seserius ini, dikemas dengan sok nggak serius. Asli ngena ini. Tulisan yang jujur dan relate sama aku.
ReplyDeleteAku juga sering menghina Tuhan. Sering. Khawatir sama banyak hal yang belum terjadi. Ya mirip=mirip yang sama kamu tulis di atas. Pfffft. Harusnya kita jalani hidup dengan sebaik-baiknya kan. Berbuat apa saja yang kita bisa. Bukannya kebanyakan mikir yang enggak-enggak.
Thanks, Tom. Ini tulisan yang mewakili keresahan banyak pihak sih menurutku. Termasuk aku. Huehehe.
makasih, Cha, tukang baperin film.
Deleteiya sih, kadang mikir gitu, tapi ya susah juga gak mikir yang enggak-enggak :(
thanks, Cha. komenmu mengapresiasi dan bikin udel muter
Kalo tentang ngehina TUhan, ngremehin TUhan, aku kayaknya punya passion di situ deh. Gak cuma tentang kekhawatiran, bahkan hal baik yg diberikan-Nya saja gapernah kuanggep. Lupa syukur terus. :(
ReplyDeleteMungkin untuk menghindari ngerasa tertindas ama poto bayinya temen yg lucu, kayaknya geboleh main IG nih... xD begini amat permasalahan hidup.
((passion)) ya Allah :(
Deletekalau gak main IG, dapat asupan DDGMZ darimana lagi, bang Haw? :(
Terima kasih tulisannya mas.
ReplyDeleteTulisan ini menyadarkanku bahwa betapa aku masih jauh dari kata baik pada tuhanku.
makasih, mas. :bahagia
Delete