Tidak Keluar
“Sejarah ditulis oleh pemenang.”
Ungkapan itu pertama kali gue denger dari dosen mata kuliah Sirah Nabawiyah
pertengahan tahun 2012. Mata kuliah yang isinya sejarah Muhammad SAW dari
sebelum lahir sampai masa khulafaur rasyidin.
Apapun yang ditulis oleh pihak
yang kalah, yang tidak punya kuasa, akan dianggap angin lalu, bahkan kalau
dianggap membahayakan, akan ditindak dan disebarkan cerita dengan bumbu-bumbu tambahan.
Kurang lebih seperti itu yang dikatakan dosen gue saat itu.
Hampir sama kaya kejadian yang
menimpa gue akhir bulan Mei. Gak ada kaitannya dengan sejarah sih, cuma gue
nyambungin aja biar kesannya dramatis haha. Nggak, gini, apa yang akan gue
tulis emang gak ada artinya, karena posisi gue yang saat ini “di bawah”, jadi
segala lolongan gue, kafilah akan tetap berlalu.
Nilai mata kuliah seminar
proposal tesis gue gak keluar
Tuh, gak ada hubungannya kan?
Tapi gue harap kalian tetap duduk di situ, gue harap jangan buru-buru close
tab.
Menarique nga nih?
Duduk manis aja dulu di situ. Ya
kalau ada yang lagi rebahan ya dilanjut. Gak ada hikmahnya sih karena hikmahnya
sudah sering dipetik di soal Bahasa Indonesia.
Tidak lucu yha~
Seminar proposal tesis. Mata
kuliah yang “sebenarnya” berisi presentasi dari semua mahasiswa tentang
proposal penelitian yang mereka bikin. Di kampus gue, untuk jenjang S2 biasanya
satu makul diampu dua dosen, termasuk makul ini. Artinya kami bikin dua
proposal tesis yang “mestinya” dipresentasikan dalam kurun waktu 16 kali
pertemuan.
Pembahasan ini akan dibatasi pada
dosen kedua, karena nilai gue yang gak keluar dari bapak dosen kedua. Setelah
paruh pertama diisi dosen pertama, pertemuan ke-9 dst diisi sama bapak dosen
kedua.
Realitanya, karena banyak kendala
dan miskomunikasi, gak nyampe tuh 20an mahasiswa presentasi semua. Yang maju cuma
sekitar 5-6 orang, gue salah satunya. Penentuan siapa yang maju pun gak kayak
biasa. Sistem penunjukannya kaya telponan orang yang anget-angetnya pacaran.
“kamu aja yang maju.” “gak kamu aja.”
Maka, dengan segenap keberanian
yang tidak begitu besar, gue mengajukan diri. Gue bikin proposal pake judul
kuantitatif (pengaruh antara ini dan itu terhadap inu), mungkin itu kesalahan
gue. Udah tau dosen ini sangat kualitatif -kalau dibilang anti kuantitatif
terlalu ekstrim.
“jangan bikin penelitian yang
udah tau jawabannya, kalau judulnya pengaruh ya jawaban penelitiannya jelas, ‘ada
pengaruh’. Bikin penelitian itu yang menjawab persoalan ‘kenapa’ jangan cuma oh
ini ada pengaruhnya sama ini, itu ada pengaruhnya sama itu.” kurang lebih sih
gitu kata bapak dosen kedua, dulu. (semester sebelumnya pernah diajar dosen ini
di mata kuliah Metodologi Penelitian Kualitatif)
Udah tau gitu, gue nekat ada maju
pada judul kuantitatif. Yang penting berani dulu. Padahal udah tau bakalan
dibantai. Semacam udah tau bakal patah hati malah jatuh cinta.
sing penting yaqin |
Benar aja, belum kelar gue presentasi
udah dipotong dan dihabisi. Gue gak akan tulis kata apa aja yang terlontar
beserta sumpah serapah yang mengucur. Nanti dikira gue dendam, dan hate
speech. Biar aku saja yang menanggung rasa sakit ini, Anih.
Halah wedus, konco sak kelas
yo ngarti kabeh, Tom. Tapi tenang, koyone gak mungkin konco kelasmu moco iki
kok wqwq.
Sampai pertemuan ke-16, seperti
yang gue bilang tadi, yang presentasi proposal cuma 5 atau 6 orang gue lupa dari
20 anak. Sisanya yang belum presentasi, tetep suruh bikin proposal terus dikumpulkan
via komting tanpa pernah dipresentasikan.
Oiya, model perkuliahan makul
ini, mahasiswa memaparkan proposal penelitian, lalu diskusi. Yang presentasi ditanya,
diberi masukan, dan dikriktik oleh mahasiwa lain dan dosen. Pas ada temen gue
yang maju, gue juga pernah tanya. Memang tidak sering, itu pun karena gak
mudeng, bukan untuk cari muka.
Sorry to say, gue gak
level buat cari muka. Di mata kuliah ini. Kalau cari muka mah pas mata kuliah
lain. Wqwqwq. :D Becanda~
Pas pengumuman nilai keluar, hanya
4 orang yang kolom nilainya masih putih. 2 orang cuti, 1 orang emang jarang
banget berangkat, dan satu lagi gue. Gue. iya gue. Tomi Azami. Yang jadi salah
satu dari 6 anak yang mempresentasikan proposal penelitian di depan kelas.
Yang selalu berangkat kuliah
karena jomblo dan Alhamdulillah sehat terus.
Yang ketika temen presentasi
pernah setidaknya sekali bertanya. Gak kaya Dora, berkali-kali.
Yang ketika akhir perkuliahan
beberapa temen bikin proposal pada minta bantuan ke gue.
Iya gue ngebantu ngejawab -Kalau
dibilang ngerjain tugas temen terlalu ekstrim dan sombong-, entah tanya tentang
format, isi, pemilihan diksi, tanda baca, sampai kalau mau motoran, naik ke
motor dulu baru masukin kunci, apa masukin kunci dulu baru naik jabatan.
Sila tidak percaya, karena
sejarah ditulis oleh pemenang. Maka apapun yang ditulis oleh pesakitan, itu dianggap
omong kosong.
Sombong, mungkin. Ngungkitin kebaikan,
iya. Sila mengejas, eh ngejaj, eh ngejad, halah, menghakimi maksudnya.
Semua terasa percuma ketika nilai
gue sendiri yang gak keluar. Gue bukan menuhankan nilai, gue hanya sebisa
mungkin meminimalisir urusan sama birokrasi perkara ginian. Toh tujuan kita
kuliah salah satunya dapat nilai, persoalan setelah lulus mau menggunakan
ijazah yang isinya deretan nilai atau gak, itu persoalan lain.
Ketika nilai diumumkan, kolom
sebelah nama gue kosong. Nilai gue gak keluar. Betah di dalem apa ya gak mau
keluar, padahal cuaca cerah, kicau burung bersahutan, dan bidadari perumahan berduyun-duyun
ke masjid buat tarawih.
Ini lebih sakit dibanding ketika
lu nyontekin temen lalu temen yang lu kasih contekan itu nilainya lebih bagus
ketimbang lu yang mikir. Deeeeep~
Yang lebih bikin kyubi pengin
keluar, ketika pengumuman itu dishare di grup, tidak ada yang peduli nilai gue
gak keluar. Hahahaha
Hahaha
Haha
Hah
Ha
H
Tanpa menghilangkan kebaikan, ada
memang teman yang menanggapi ketika gue cerita secara personal kalau nilai gue
gak keluar. Pas gak sengaja ketemu di kampus, gue cerita temen gue ini. Dia dulu
rajin dan aktif juga, tapi dia juga merasa dapat nilai yang gak sesuai. Dia juga heran kenapa nilai gue
mampet, gak keluar. Kalau itu masuk definisi peduli, maka paragraf di atas gue
tarik. Namanya Zidni, pengusaha sablon kaos. Dan Ridha, anak Palu. Teman-teman
mohon doanya semoga mereka diberkahi Tuhan.
Diujung Mei dengan cuaca
mendung, gue hubungi dosen. Kata beliau suruh tanya administrasi. Kata administrasi
itu urusan dosen dan mahasiswa. Anju dioper-oper.
Gue cuma diberi fotokopian daftar
nilai. “iya itu saja.” Jawab admin ketika gue tanya apakah cuma ini yang
dibutuhkan. Gue wasap dosen lagi, “mlm” isi pesan wasap beliau.
Gue ke rumah beliau
malam itu juga setelah salat tarawih. Jarak antara kosan gue ke rumah pak dosen
kira-kira dari kamar tidur ke kamar mandi pas hari libur. Ngelewatin hutan kanan
kiri. Yoo disana banyak lampu yoo, sehingga jalannya terang yooo ahh. ntar
dikira mendramatisir.
“Makasih, pak, sudah meluangkan
waktu.” Kalimat yang pertama keluar begitu gue ketemu beliau. “Ini.” gue
sodorin daftar nilai makul seminar proposal tesis.
“Pasti ini kamu ada yang salah.
Biasanya itu saya kalau menilai itu kehadiran, keaktifan, dan tugas.”
Ya Allah pak kok bapak kaya
gebetan yang tidak pernah menganggap aku ada.
“Saat itu kan yang maju hanya
sekitar 5-6 mahasiswa karena waktu yang tidak memungkinkan. Saya maju proposal
presentasi kok pak, saat itu saya maju pakai jud…”
“Wis iku gak penting!” beliau
memotong, “Nek meh ngomong ngono biyen pas kuliah. Ini koyo wong sing wis
dikubur lagi disiksa, terus ngomong aku beriman aku beriman.”
Hadehh. Sila teman-teman tidak
percaya. Sejarah ditulis oleh pemenang. Maka apapun yang ditulis oleh
pesakitan, itu dianggap omong kosong. Apapun yang dikatakan pesakitan, dianggap
kaya sambutan kepala dinas. Gak didengerin.
“Cuma bawa ini? biasanya ada
memo?” Tanya dosen
Gue bingung. Sepersekian detik
gue jawab, “Iya, katanya biasanya ada memo dari dosennya.”
Pernah nyimak temen yang nilai
makul lain gak keluar, dosen memang ngasih memo kaya gini
“Ya gak to ya, minta nilai kok
kaya minta kacang. Sekolah kok koyo dodolan kacang. Bikin pernyataan, kok malah
saya yang buat. Kamu tuh S2 ora cerdas blas!”
Jleb! kenapa baru tau pak
“Saya dikasihnya cuma ini, ketika
saya tanya ke administrasi katanya itu urusanya dengan dosen, saya kira
mengenai teknis memang terserah bapak.”
“Mosok koe rene ngene tok. Modal abab
tok, yo wis tak kei nilai B, trus piye bar iki?” mulai meninggi suaranya. Mayan
lah, gak pake diksi cangkem atau cocot.
Gue diem mikir. Ini orang
maksudnya gimana ya. “Ya ditulis disini terus bapak tanda tangan.” Gue coba menerka
“Koe paham ora to jane?”
Gue menggeleng.
“Bikin semacam nota dinas, atau
memo atau apalah itu saya gak tau yang isinya menyatakan bahwa saya sudah menumpuk
atau apalah saya gak tau. Kamu yang bikin, bukan saya. Itu namanya nilai susulan.”
Bibir gue membentuk huruf O tanpa
bersuara. Tapi sebenarnya masih belum paham. Hhhh goblo memang~
“Koe pernah S1 to? Moso ora
cerdas, ora pernah nggawe ngenean, hah?!”
“Saya alhamdulillah nilai gak
pernah bermasalah, (Cuma sama bapak doang nih, dalem ati) jadi gak pengalaman,
pak.”
“Takon liane, takon cah S1, opo
perlu tak undangke cah S1 kae.” Semakin meninggi suaranya. Sambil menunjuk ke
atas. Sayup-sayup terdengar suara orang sedang tadarus Al-Qur’an di musala
deket rumah pak dosen. Keren, bisa tau yang lagi tadarusan anak S1.
“Ya Allah!” kzl beliau “Koyo
ngene ki ada surat pernyataan. Koe sekolah kok kaya dodol kacang. Pak minta
nilai, yo tak kei saiki terus koe mulih. Ngono?! Harus ada berkasnya.”
“Berkasnya kaya apa?” begonya
gue, ini dosen udah marah, malah gue tambahin
“Ya mbuh kuwi urusanmu. Malah tekok
aku!”
“Kalau boleh cerita sih, pak,
saya ini juga dioper-oper, ke kampus 1 suruh ke kampus 2, ke kampus 2 malah balik
nanya bukannya setor nilai itu di kampus 1.”
“Ku-wi- u-ru-san-mu!” menekan
perkata, “Sekolah kok gak tertib administrasi.”
Ini gue kayaknya jadi sasaran
deh, kalau udah bawa-bawa administrasi, alamat nih, jadi bumper.
“Iki jenenge yo ora ngajeni koe.”
Nah tuh kan.
“Wong sekolah, opo meneh S2, kok
administrasi kaya dodol kacang. Nilai gak metu, dikon rono ngomong karo dosene.
Terus ngopo? Koe jaluk nilai lewat abab, ya tak kei nilai lewat abab!” diulangi
kata-katanya.
Sial. Padahal pas gue tanya cuma bawa
ini apa gak bawa yang lain. Diiyakan.
Belajar jangan nyalahin orang
lain, Tom. Ini salahmu dewe, harus diakui.
Mosok to? Bukannya admin yang
ngasih info gak jelas. Bukannya dosen yang udah salah menilai, mungkin. Susah
anjir.
“Belajar tertib administrasi,
sih!” lanjut pak dosen. Masih meninggi.
Buset gue kalau tau juga gak
begini kali.
“Ora cerdas blas!” Diulang untuk kesekian
kalinya.
“Surat pernyataannya pake kop
diketik gitu pak?” tuh begonya gue kelihatan lagi, gak tau kenapa pernyataan
ini kok terlontar.
“Malah tanya saya! Tanya sana to
saya gak tau modele pake apa!”
“Ditulis tangan mboten nopo-nopo,
pak?” duh ini gue nyesel banget kenapa gue tanya gini.
“Tulis neng godhong!” maigat.
Asli gue syok. Ini kaya joke srimulat tapi gue saat itu ga ketawa. Ketawanya pas
ngetik ini haha. suruh ditulis di daun. haha
“Wis rono mulih wae! ora siap og
koe iki. S2 kok kalah karo cah S1 soal ngenan.”
“Iya pak, maaf, terima kasih sudah meluangkan waktu.”
“Iya pak, maaf, terima kasih sudah meluangkan waktu.”
Gue pulang dengan langkah gontai.
Menutup pintu gerbang diringi decitan. Naik motor dengan malas. Dari dulu gue
paling gak suka berurusan dengan soal administrasi ataupun birokrasi. Ribet.
Tapi gak dipungkiri juga adanya administrasi atau birokrasi ‘tujuannya’ untuk
mengatur dan mempermudah. Idealnya. Ngurus nilai aja dilempar kesana kemari
membawa alamat jengjet. Ketika udah putaran terakhir, malah suruh kembali ke
garis start.
Gue teringat kata temen gue, Teguh, di dinding
facebooknya, People write because no one listens. Misal gue
cerita sama komting atau dosen wali gue, gak peduli mereka. Mungkin. Mereka
bakalan nyalahin gue. Mungkin ini memang kesalahan gue yang punya otak jarang
disiram tolak angin.
Bener, People write because no
one listens. Gue nulis panjang postingan ini, (6 halaman Ms. Word, biasanya
2. yaiyalah banyak enternya anjir) karena memang gak ada yang mendengarkan. Gak ada yang peduli. Asik ah,
berasa frustasi beneran.
Dan, seperti yang gue tulis di
awal. Sejarah ditulis oleh pemenang. Apapun yang ditulis oleh pihak yang kalah,
tidak ada artinya. Apapun yang dikatakan pesakitan tidak berguna. People write because no one listens, and when
a loser writes, who cares?
sumur gambar, sini, sini, sini
update
pas skrol-skrol nemu twit mba-mba yang mayan relate
Update: 21 Juni 2017
Nilai uda keluar. Alhamdulillah sesuai harapan. Maqasi pak dosen, tanpa anda saya bingung. Maafkan jika post di atas kesannya mara-mara. Cuma pengin plong aja pikirannya.
Nga juga sih, biar ada postingan baru aja.
Tidak Keluar
Reviewed by Tomi Azami
on
05:47
Rating:
~
ReplyDeleteTerima kasih sudah meluangkan waktu, mata, dan kuota buat baca ini. baik yang habis maupun diskip, gue ucapkan terima kasih.
Duh. Ini harusnya jadi cerita sedih dan memprihatinkan dan mendulang banyak belaian dari para aliansi dedek dedek gemas mahasiswa baru peduli mahasiswa tua (ya, kamu tua, Tom!), TAPI KOK YA AKU NGIKIK SIH BACA INI..... Aku minta maaf, Tom. Tapi perumpaan yang kamu pake di postingan ini lucu-lucu tau. Jokes Srimulat sih, gebetan lah, telponan sama pacar lah.... Hahahahaha.
ReplyDeleteOke, aku nggak kompeten buat ngasih saran apa gimana, karena aku nggak pernah ngalamin yang kayak kamu alamin, Tom. Huhuhuhu menyedihkan. Yang jelas aku ngerasa miris sih. Demi nilai, kamu berusaha keras kayak gitu. Dan ya, aku ngerasa iya juga sih. Kalau misalnya ada mahasiswa berprestasi yang prestasinya nggak kendor-kendor atau mahasiswa pake susuk apa gimana, mungkin jalannya bakal dimudahkan. Bakal lebih didengerkan. Iya nggak sih. Ini aku sotoy aja nih. :(
Tapi jangan patah semangat ya, Toooom! Anggap ini ujian di bulan puasa. Semoga nilainya segera keluar. Btw, aku suka tuh yang ditulis sama Teguh. Ngerasa relate. Aku nulis soal film karena ngerasa nggak punya teman diskusi (dan teman nonton HUHUHUHU) film. Jadi aku sok-sok nulis soal film di blog deh. Buajruuuut kok malah curhat sih Ichaaaa :(
Mana, Cha, dedek gemasnya sini sini Huhuhuhu. Gak mama dibilang tua yang penting berintegritas haha
DeleteYah gak mama ini jalan ninjaku yang harus kulalui. Kayaknya rata-rata semua mahasiswa ngalamin ini sih
(( Dan teman nonton)) gak mama kita satu aliansi. Orang yang berani nonton sendirian adalah orang yang quat
Anjaaayyy... ternyata lumayan banyak yang ngalami kejaidan begini. aku pernah jadi mahasiswa yg namanya tidak tercantum di absen. satu-satunya. kukira awalnya hanya salah cetak untuk mata kuliah stau saja, ternyata semuanya kagak ada. temen lainnya cuma menyarankan tulis pake pen di halaman kertas paling bawah. dosen lain juga selow aja. syukurya, ada dosen yg baik yang menanyakan, saya jawab tidak tahu, lalu beliau memanggil saya ke kantornya dan menerangkan kemungkinan yg terjadi dan apa akibatnya.
ReplyDeletelalu saya diminta untuk mengurusnya ke pihak administrasi, ternyata ada berkas saya yang kurang katanya. padahal sebelumnya sudah lengkap, tinggal dikembalikan. saya minta berkas ke pihak yg bersangkutan, nggak dikasi, harus ada surat dari pihak A. datang ke pihak A, harus ada keterangan dari pihak B. datang ke pihak B, harus seijin kaprodi. datang ke kaprodi, suruh datang ke pihak A. Alloooooohhh...
ketika menjelaskan kalo berkasnya sudah terkumpul dengan berkas lainnya pada pihak administrasi dengan bukti tanda tangan penyerahan pada buku laporan, malah dimarahi. sebelumnya akhirnya semuanya bisa selesai, itu udah muter-muter dan dimarah2i berkali-kali.
sabar, Tom... jadi orang kecil memang selalu begini... makanya hayuk berusaha besar, namun ketika besar, buang warisan yg suka mengecilkan orang lain.
Anjay ternyata aku nga ada apa-apanya dibanding yang kau alami, bang Haw. Hhhh~
DeleteSebagai ninja junior, aku merasa malu. Ngerasa paling ngenes di dunia Shinobi ini hhhh
Aamiiin mantap nih. Semoga bisa ah~
selain bulan lahir yang sama, ternyata nasib kita juga sama.
ReplyDeletedijadiin permainan sama birokrasi.
aku ikutan kesel ples nyesek bacanya.
aku tau banget gimana rasanya ada di posisi itu.
doseneyo ra cerdas blas! dia harusnya tau lah formatnya gimana, kan dia udah pengalaman sama yang begituan.
mbok ya mahasiswanya dikasih tau.
kampret bener!
aku bayangin itu dosen mungkin mirip kayak haji Muhidin kali ya..
yang sabar mas Tomi.
Lebih nyesek kamu sih, Put, yang ribet urus beasiswa.
DeleteAnjay ah ngatain dosen. Beraninya di lapak orang nih hahaasama
((Haji Muhidin)) nga nga nga mirip hhh
"Ora cerdas blas!" yang diulang-ulang terus, duh sumpah itu dalem banget, sih. Gue nyesek kalau dikata-katain gitu mulu sama dosennya. Kuat banget lu, Tom. Semangat! Baguslah lu menuliskan ini, setidaknya unek-unek lu bisa keluar.
ReplyDeleteYa, orang menulis memang keseringan karena nggak didengar. :')
Gue dulu juga ada pengalaman kayak gitu, Tom. Masa cuma gue sendiri yang dapet nilainya E dari sekelas. Padahal masuk mulu anaknya dan tugas ngerjain. Akhirnya gue nanya sama bagian administrasi, suruh tanya dosen. Pas mau ngurus ke dosennya, beliau selalu nggak bisa ditemuin. Mau nggak mau gue lewat telepon dan SMS mulu buat kontekan. Bikin habis pulsa banyak. Akhirnya setelah diperiksa, nilai asli gue B. Gue lega deh tuh. Eh, udah berbulan-bulan nilai gue nggak berubah di web. Ya udah, mau nggak mau kudu ke bagian administrasi lagi. Ya seperti kata lu, dioper-oper mulu. Suruh minta keterangan dari dosennya. Kampret. Gue kasih unjuk aja SMS-an gue sama tuh dosen.
Kenapa beberapa dari mereka (bagian administrasi) tuh males banget ngurusin kesalahan gitu, ya? Yang bikin kesalahan input mereka, yang direpotin mahasiswa. -___-
Iya, Yog, tapi setelah di tulis dijadiin post kok rada agak nyesel ya. Ngerasa ngatain birokrasi takut nga berkah ilmunya. Kray~
DeleteAnju. Kisahmu lebih ribet sih kalau urusan sama administrasi dan web kampus hhh. Habis pulsa banyak lagi.
Betul cocok. Kalau ada kesalahpahaman pada saling lempar tanggung jawab
Berurusan ama birokrasi emang nggak pernah enak. Selalu dilempar ke sana ke mari, bolak-balik. Padahal kita kan manusia bukan bola pingpong.
ReplyDeleteIya. Ke sini suruh ke sana. Giliran ke sana malaah suruh ke sana lagi
Deletekenapa ya, aku selaluuu aja ada denger dosen yang menyebalkan termasuk dari cerita kamu tom
ReplyDeleteSebenarnya dosen aku nga nyebelin sih. Mungkin lagi ribet sama pekerjaan dan pikiran yang lain. Jadi pas ngadepin aku kesannya jadi mara-mara. Setelah ketemu lagi lain hari enak lagi kok
Delete